A. Pengertian Thalaq
Secara
bahasa thalaq adalah lepas/pelepasan.
Secara syar’i
thalaq adalah hal – hal yang membatasi pernikahan (seluruhnya) atau
sebagiannya.
B. Hukum Thalaq
Hukum thalaq
berbeda berdasarkan kondisi dan situasi, yaitu :
1. Boleh, jika suami membutuhkannya disebabkan
oleh buruknya akhlaq istri, atau dapat menyebabkan keburukan dengan akhlaqnya,
dan tidak ada manfa’atnya jika rumah tangga dilanjutkan.
2. Makruh, jika kondisi suami dan istri
merupakan orang yang menegakkan syari’at Islam.
3. Mustahab/disukai, jika kondisi
membutuhkannya disebabkan oleh akan berdampak buruk bagi istri jika pernikahan
dilanjutkan, seperti terjadinya perselisihan antara suami dan istri, dan
terjadinya hal – hal yang tidak disukai di antara keduanya.
4. Wajib, jika suami melihai istri tidak
menegakkan syari’at Allaah seperti meninggalkan shalat lima waktu atau
mengakhirkannya dan istri tidak bisa diluruskan/dirubahnya. Atau jika istri
menolak permintaan suami untuk jima’/bersetubuh dan meninggalkan jima’, atau
setelah ditinggal pergi (oleh suami) selama 4 bulan dan istri menolak (ajakan
suami) untuk jima’/bersetubuh , (sehingga suami) melanjutkan (niat jima’)
dengan onani.
Begitu juga
sebaliknya, jika istri melihat suami tidak menegakkan syari’at Allaah, maka
istri wajib minta thalaq, atau dipisahkan dengan khulu’.
5. Haram, jika suami menthalaq istri dalam
keadaan haidh, nifas, suci setelah disetubuhi tapi belum hamil, sudah dithalaq
tiga kali.
C. Syarat Sah Thalaq
Thalaq
menjadi sah jika dilakukan oleh :
1. Suami yang mumayyiz/membedakan dengan
akalnya atau wakilnya.
2. Suami yang mengatakan keadaan marah, dan
dia membayangkan apa yang dikatakannya.
3. Suami yang mengatakan dalam keadaan
bercanda dengan tujuan thalaq.
Thalaq
menjadi tidak sah jika dilakukan oleh ;
1. Suami yang hilang akal seperti gila, tidak
sadar, tidur, terkena penyakit yang menghilangkan perasaan, dan minum khamar.
2. Adapun Jika suami mabuk dengn pilihan
senidri, lalu dia manthalaq istrinya dalam keadaan mabuk, maka ada dua pendapat
dalam hal ini yaitu :
a. Pendapat pertama adalah jatuh thalaqnya,
pendapat ini dikemukakan oleh empat Imam dan kebanyakan ahli ilmu.
b. Pendapat kedua adalah tidak jatuh
thalaqnya.
3. Suami yang mengatakan dalam keadaan marah,
dan dia tidak tahu (tidak mengerti) apa
yang dikatakannya.
4. Suami yang mengatakan dalam keadaan
bercanda dengan tidak bertujuan thalaq.
Sumber
Rujukan :
Mulakhkhosh
Fiqhi, Syaikh Shaalih bin Fauzan bin ‘Abdullah Al – Fauzan.
Comments
Post a Comment