A. Makna Kaidah
Kaidah ini
bermakna bahwa suatu urusan/perkara yang membahayakan wajib dihilangkan. Tidak ada
beban taklif pada esuatu yang membahayakan karena (yang membahyakan) telah
dihapus dan diangkat dari syari’at.
Kaidah ini
juga bermakna tidak boleh membuat bahaya dan berbuat yang membahayakan dalam
agama kita dan jika menafikan bolehnya (bahaya) maka telah jelaslah keharaman
(bahaya) tersebut. Maka seseorang tidak boleh berbuat sesuatu yang menyebabkan
bahaya untuk dirinya dan orang lain, juga tidak boleh memadukan perbuatan
bahaya dengan perbuatan yang mengandung bahaya.
Kaidah ini
juga terkait dengan kaidah lain yaitu kaidah “ Kesulitan Mendatangkan
Kemudahan” karena kesulitan dapat menyebabkan bahaya.
B. Dalil Kaidah
Kaidah ini
berdasarkan dari Al – Qur’an dan hadits, yaitu :
1. Dalil
Al-Qur’an surat Al – Baqarah ayat 231
yang berbunyi :
“Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan,
karena dengan demikian kamu menganiaya mereka.”.
2. Dalil hadits
riwayat Ibnu Majah dari Ibnu ‘Abbaas dan dari ‘Ubaadah bin Shaamit radhiyallaahu
‘anhumaa berkata bahwa Rasuulullaah shallallaahu ‘alaihi wasallam berkata :
“Tidak boleh membahayakan dan berbuat yang
mengandung bahaya dalam Islam”.
C. Contoh Penerapan
Kaidah
1. Jika seorang penjual berbuat curang kepada pembeli
dengan menyembunyikan cacat pada barang dagangan ketika ‘aqad, maka dalam Islam
membolehkan pembeli menolak cacat barang tersebut.
2. Memilih
ketika terjadi penipuan (ketidak jelasan), yaitu ketika penjual menipu pembeli
dengan mengatakan bahwa barang yang dijual aman dan selamat, padahal
kenyataannnya adalah berbeda. Maka ketika terjadi penipuan baik penjual menipu
pembeli atau sebaliknya pembeli menipu penjual, maka pihak yang tertipu dapat
memilih untuk melanjutkan jual beli atau membatalkannya, (jika membatalkan jual
beli) maka pihak yang tertipu dapat meminta dikembalikannya uang/harga yang
sudah dibayarkan.
3. Terjadi
kebangkrutan pada pembeli, yaitu jika seseorang membeli barang lalu orang
tersebut tertimpa hutang dan hakim memutuskan bangkrut, maka barang
dikembalikan kepada penjual jika (pengembalian barang) dapat menolak bahaya si
pembeli.
4. Pelaksanaan hukum Qishash, seperti jiwa
dibalas dengan jiwa, mata dengan mata. Qishash disyari’atkan karena untuk
menolak bahaya, seperti membunuh pembunuh mengandung kemashlahatan umum karena dapat
meredam kejahatan, jika (pembunuh) mengetahui dampak dari perbuatan membunuh
maka dia dapat menahan perbuatan (membunuhnya), maka selamatlah kehidupannya
(si pembunuh) dan kehidupan orang lain.
5. Mentha’ati Imam/Pemimpin. Yang dimaksud
Imam/Pemimpin adalah orang yang mengurusi urusan kaum muslimin secara umum,
seperti hakim dan orang menjaga/mengurusi urusan keseharian, orang yang menjaga/mengurusi
keamanan. Maka mentha’ati imam/pemimpin adalah wajib karena telah ada dalil
dari syari’at dan ‘aqal. Jika tidak ada ketha’atan kepada Imam/Pemimpin maka
akan terjadi perselisihan dan kerusahan pada umat yang dapat melemahkan umat.
Allahu A’lam.
Semoga bermanfa’at.
D. Sumber Rujukan
1. Al – Asybaahu Wan Nazhaa iru, Ibnu Nujiim.
2. Ghamzu ‘Uyuunil Bashaairi, Ahmad bin
Muhammad Al – Hanafiy Al – Hamwi.
Comments
Post a Comment