Kaidah Fiqih Tentang Kesalahan, Terpaksa dan Lupa - Taman Ilmu Skip to main content

Kaidah Fiqih Tentang Kesalahan, Terpaksa dan Lupa



Kaidah Fiqih : "Kesalahan, keterpaksaan/ketidak sukaan, dan kelupaan (menyebabkan) hilangnya beban ibadah/taklif kita kepada Allaah. Akan tetapi disertai dengan keselarasan menentukan pengganti dan menafikan dosa/akibat dan salah."

A. Makna Kaidah

Penulis menginginkan dengan bait ini bahwa di sana ada tiga hal perbuatan bagi mukallaf yang jatuh/hilang darinya beban taklif dalam keadaan tersebut. Kaidah ini bagi penulis merupakan mengikuti kaidah yang lalu maknanya.

Yaitu (kaidah) : “Kesulitan membawa kemudahan”, maka hilanglah dosa dari orang yang salah, benci dan lupa yang merupakan kemudahan dari syari’at, hal ini disebabkan karena orang yang salah tidak mempunyai tujuan, orang yang benci tidak berkeinginan, dan orang yang lupa kosong akalnya sehingga luput amalnya.
Mereka, yaitu orang yang salah, terpaksa dan lupa, mereka semua tidak mempunyai tujuan, yaitu tidak mempunyai  tujuan mengerjakan perbuatan haram atau tidak ada tujuan meninggalkan perbuatan wajib, maka semua masalah ini merupakan sebab diringankannya seorang hamba, maka inilah hal – hal (yang menyebabkan) hilangnya keletihan dan dosa dari manusia.

Akan tetapi  agar kita tidak memahami hal – hal ini jatuh pada setiap sesuatu, penulis menambahkan dan berkata. :

“Akan tetapi disertai dengan keselarasan menentukan pengganti dan menafikan dosa/akibat dan salah.”

Artinya bahwa salah, lupa dan terjadi  yang terjadi (merupakan) hak Allaah maka Allaah menafikan dosa dan kesalahan, sedangkan pengganti sesungguhnya merupakan sisa dalam jaminan dan tidak hilang, dan penggnti merupakan bagian dari hak – hak hamba maka tidak hilang, karena sesungguhnya hak – hak hamba dibangun atas perselisihan dan hak – hak Allaah dibangun atas ampunan.

Contoh :

Seandainya manusia berbuka pada bulan ramadhan sedangkan dia tidak menginginkan atau lupa, maka hilang dosa darinya akan tetapi tidak perlu qadha’ karena dia tidak bermaksud berbuka. Maka tidak ada dosa dan tidak ada qadha’ karena ini merupakan haq Allaah.

Atau contoh lain :

Dua orang manusia, mobil salah satunya lebih baik dari mobil yang lain dan setelah memeriksanya, mengendarai mobilnya dengan jalan yang benar, maka tiba – tiba mobilnya rusak karena adanya gangguan sehingga menabrak mobil lainnya dan menjadi rusak/hancur.

Pada kejadian ini, hilang dosa dari yang menabrak karena tidak ada kesengajaan dan melampaui batas akan tetapi di sini tidak hilang hak seorang hamba, karena hak seorang hamba dibebani kepadanya maka tidak hilang hak ini pada keadaan ini sampai mendapat maaf dari orang lain.

Masalah : “Apa perbedaan hak Allaah dan hak hamba?”

Pertama : Hak – hak hamba dibangun atas perselisihan, sedangkan hak – hak Allaah dibangun atas ampunan sebagaimana yang telah lalu.

Kedua : Hak – hak hamba dibangun atas tujuan, maka tidak ada dosa manusia yang tidak mempunyai tujuan yang berbeda/diperselisihkan, meskipun sebagian gambaran ada yang mengikutinya sebagaimana akan datang (penjelasannya) jika ada hamba yang mengikutinya, sedangkan hak – hak hamba tidak dibangun di atas tujuan melainkan dibangun di atas perbuatan dan di atas perbuatan ini, anak kecil dan orang gila contohnya, pada hak – hak hamba dapat diambilnya dan walinya yang menanggungnya.

Atas dasar ini, jika seandainya anak kecil keluar dan merusak kaca mobil tetangga, sehingga tetangga membanting pintu menuntut ganti rugi maka ini tidak dibenarkan karena karena dia masih kecil, tidak berakal, dan tidak sadar.

Karena hak – hak hamba tidak dibangun atas tujuan, yang terpenting adalah gambaran perbuatan, dengan demikian perbuatan anak kecil dan orang gila dapat diambil atasnya, bahkan perbuatan hewan juga, maka seandainya manusia mempunyai sekumpulan kambing atau onta dan masuk ke pertanian seseorang  dan merusaknya, maka sesungguhnya pemilik kambing atau onta ini menanggung apa yang telah rusak.

B. Penjelasan Pertama : Salah

Secara bahasa salah adalah lawan dari benar, dikatakan ini benar atau hak dan ini salah atau bathil, dengan demikian maksiyat dinamakan kesalahan karena bertentangan dengan kebenaran dan hak.
Secara istilah, salah yaitu terjadinya suatu perkataan atau perbuatan seorang manusia yang berbeda dari yang diinginkannya. 

Contoh : Seseorang mengarahkan senjata untuk membunuh binatang buruan dan ternyata manusia yang terbunuh, maka ini merupakan kesalahan.

Dalil dalil hilangnya dosa dari orang yang salah, di antaranya adalah sebagai berikut ;

1. Q. S. Al – Baqarah ayat 286 yang berbunyi :
"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah.”
Allaah berfirman sebagaimana dalam Shahih Muslim : “Telah Aku lakukan, telah Aku lakukan.”

2. Hadits riwayat Ibnu Majah bahwa Rasuulullaah – shallallaahu ‘alaihi wasallam – bersabda :
“Seseungguhnya Allaah mema’afkan dari umatku yang salah, lupa dan melakukan yang dibenci/tidak diinginkannya.”

3. Jalan ‘illat/sebab, yaitu :
a. Bahwa hak – hak Allaah dibangun atas dasar ampunan maka sesuai dengan hilangnya perbuatan dan perkataan dari orang yang salah.
b. Sesungguhnya dosa dibangun atas tujuan , dengan dalil dari hadits yang berbunyi :
“Sesungguhnya perbuatan itu (dinilai) dengan niat dan sesungguhnya setiap perkara (akan mendapatkan) apa yang diniatkan.” H. R. Bukhari dan Muslim.
Yaitu setiap ganjaran, ketetapan, dan hukuman dibangun atas niat, sedangkan orang yang salah tidak mempunyai tujuan, dengan demikian mereka tidak berdosa.

Akan tetapi orang – orang yang bersalah tidak dibolehkan untuk membenarkan perbuatannya setelah jatuh ke dalam kesalahan, bahkan wajib untuk memperbaikinya. Demikian juga jika dalam shalat terjadi kesalahan atau lupa (seperti) bangun pada raka,at ketiga tanpa duduk tasyahud, jika merasa salah dan belum berubah paha dan betisnya maka wajib untuk kembali (duduk tasyahud).

C. Penjelasan Kedua : Terpaksa (Sesuatau Yang Dibenci)

Terpaksa yaitu terbawanya sesuatu yang tidak disenangi pada sesuatu yan tidak diridhoi, dengan demikian orang yang benci dinafifikan darinya tujuan dan keinginan.

Masalah 1 : Dari yang penting sekali kita mengetahui bahwa tidak berhak seseorang terpaksa sampai tersedianya syarat, dan syarat ini dinamakan Syarat Haknya Terpaksa,  yaitu :

1. Orang yang terpaksa mampu menyelesaikan apa yang dikhawatirkannya, atas dasar ini, terpaksanya seseorang terhadap meninggalkan seseorang kecuali dalam peperangan/pembunuhan sedangkan dia mengetahui bahwa ditakutinya tidak dapat menyelesaikan/melakukan hal tersebut maka dia tidak boleh menganggap hal ini sebagai hal yang terpaksa.

2. Mengalahkan persangkaan orang yang membenci bahwa sesuatu yang terpaksa akan melaksanakan hal yang dipaksanya.

3. Hendaknya sesuatu yang terpaksa atasnya akan meyempitkannya jika melaksanakannya, atas dasar ini seandainya seseorang berkata, saya mencuri harta dari si fulan, kecuali dia telah mengambil dari kamu 10 riyal, maka dalam hal ini tidak boleh mencuri uang darinya, karena seseuatu yang dibenci atasnya tidak menyempitkan orang yang membencinya. Akan tetapi seandainya dikatakan kepadanya, saya mencuri uang dari si fulan  kecuali akan membunuh kamu maka dibolehkan yang demikian tersebut, karena apa yang diencinya akan menyempitkannya.

4. Sesuatu yang terpaksa akan merubah kebenaran, jika memang benar maka dibolehkan yang demikian tersebut, akan tetapi tidak diizinkan manusia bersamanya, seperti dibencinya sikap keras dalam agama setelah dibolehkannya, dan dibenci menahan zakat dalam menunaikan zakat sebagaimana yang terdapat dalam hadits Rasuulullaah – shallallaahu ‘alaihi wasallam – yang berbunyi :

“Maka jika mereka mengambilnya dan  memotong hartanya, seseungguhnya telah memtong dari potongan Tuhan kita.” H. R Ahmad, Tarmidzi, Nasaai.

5. Sesuatu yang terpaksa adalah seketika, seandainya seseorang telah berkata saya meninggalkan shalat dan kecuali akan membunuhmu setelah 10 tahun maka tidak boleh terpaksa karena hal –hal tersebut akan berubah pada waktunya. 

Masalah 2 : Apa jenis – jenis terpaksa?

Terpaksa terbagi menjadi 2 jenis :

a. Terpaksa yang tidak ada pilihan dan kemampuan di dalamnya, seperti bulu ayam pada tempat bergeraknya angina, sebagaiman pada sumpah, misalkan  untuk tidak masuk rumah fulan dan datang seseorang membawanya masuk menipunya kemudian orang yang diajak masuk ke dalam rumahnya, maka sesungguhnya orang yang bersumpah tersebut tidak melanggar sumpahya dengan sengaja dan tidak ada kafarat padanya. Sebagaimana contoh lain misalnya jika dua orang dibawa fulan dan fulan tersebut memukulnya sehingga wafat salah satu dari dua orang tersebut, maka dalam hal ini dengan kesepakatan bahwa seseunguhnya tidak mengatur atas sesuatu yang bertahan lama, karena jika dikumpulkan penyebab dan akibat maka penjamin ada pada penyebab karena dia (penyebab) adalah pelaku yang sebenarnya.

b. Terpaksa yang di dalamnya terdapat pilihan sebagaimana perkataan seseorang kepada yang lainnya, saya membunuh fulan, kecuali saya akan membunuhmu, maka fulan terbunuh. Maka dalam hal ini pembunuh termasuk kesalahan yang mempunyai pilihan karena sesungguhnya dia akan membawa senjata dan pergi membunuhnya dan mungkin saja diatelah menunggunya dan mengarahkan senjata padanya dan dia akan mencarinya jika belum membunuhnya saat ini dan akan kembali pada waktu yang lain, maka (kesalahan) ini termasuk jenis (kesalahan) yang terdapat pilihan, yaitu pemilih bias merubah dari sisi lain karena sesungguhnya dia mempunyai kesadaran sendiri bahwa dia tidak menginginkan hal ini atau ini tidak disukainya.

Inilah gambaran – gambaran yang terdapat perselisihan padanya, apakah dia mukallaaf yang dapat diqishash atau bukan mukallaaf yang tidak dapat diqishash, mereka bersepakat bahwa membunuh jiwa merupakan suatu maksiyat yang tidak dihalalkan membunuhnya, akan tetapi perbedaan mereka dalam hal hukuman dan qisahsh, dengan demikian merka berijma bahwa tidak dinamakan dibenci dalam hal ini, sesungguhnya dialah orang terakhir yang membunuh manusia yang lain, dan dalam hal ini madzhab Hanaabilah berpendapat makruh yaitu makruh dalam hal kemampuan dan jaminan.

Dalil – Dalil Terpaksa

Dalil yang sama dengan dalil kesalahan.

Q. S An Nahl ayat 106 : “Kecuali orang – orang dipaksa kafir  sedagkan di hatinya tetanp tenang dalam iman.”

Hadits Aisyah bahwa Rasuulullaah – shallallaahu ‘alaihi wasallam – bersabda :

“Tidak ada thalaq dan ‘itaaq dalam ighlaaq.” H. R. ahmad, Ibnu Maajah, Abu dawud.
Ighlaaq bermakna terpeksa/dibenci, maka atas dasar seandainta manusia dipaksa untuk menthalaq istrinya dan terpenuhi syarat terpaksa maka thalaq dianggap tidak terjadi.

D. Pernjelasan Ketiga : Lupa

Secara bahasa lupa adalah lepas ingatan/hafalan.

Secara istilah lupa adalah pengetahuan manusia terhadap sesuatu beserta hilangnya sesuatu tersebut, dengan demikian orang yang lupa tidak dinamakan bodoh karena  dia mengetahui sesuatu.

Lupa merupakan sesuatu yang diangkat beban taklifnya akan tetapi bukan diangkat mutlak melainkan diangkat pada waktunya/insidentil yaitu sampai hilangnya lupa tersebut.

Karena itulah Rasuulullaah – shallallaahu ‘alaihi wasallam – bersabda :

“Barangsiapa yang tidur dalam shalat atau lupa, maka shalatlah ketika ingat, tidak ada kafarat atasnya kecuali hal tersebut.”

Perkataan Beliau : “tidak ada kafarat atasnya kecuali hal tersebut”, memberikan isyarat bahwa orang yang lupa dimaafkan dari hal yang dilupakan saja, dan lupa tidak terjadi.

Pada ibadah secara umum kecuali jika ibadah tersebut luput, contoh jika seseorang lupa shalat dua hari raya dan dia belum mengetahui kecuali setelah manusia keluar maka hilanglah (perintah melaksanakan shalat tersebut) karena tidak mungkin untuk melakukannya.

Jika saja mungkin melakukan ibadah maka tidak akan hilang (perintahnya), seperti contoh barang siapa yang makan atau minum di siang hari bulan ramadhan karena lupa maka puasanya shah, akan tetapi bukanlah arti lupa itu melanjutkan makan atau minumnya, sehingga jika dia ingat maka wajib memperbaikinya (melanjutkan puasa) dan menahan (makan minumnya), bahkan seandainya di dalam mulutnyaterdapat sesuap nasi karena wajib menjatuhkan/mengeluarkannya atau jika masuknya makanan ke dalam mulut setelah ingatnya, karena sesuangguhnya dia telah makan dengan sengaja.
 
Dalil – Dalil Lupa

1. Dalil yang sama dengan dalil salah.

2. Hadits Rasuulullaah – shallallaahu ‘alaihi wasallam – berbunyi :
“Barangsiapa yang tidur dalam shalat atau lupa, maka shalatlah ketika ingat, tidak ada kafarat atasnya kecuali hal tersebut.”

3. Ijma’, yaitu ijma’ yang disepakati bahwa orang yang lupa dalam ibadah maka tidak ada dosa atasnya, akan tetapi dituntut untuk mengerjakan sesuatu yang lupa tersebut setelah ingat jika seseuatu tersebut mungkin untuk dilaksanakan.

Jenis – Jenis Lupa 

1. Lupa yang termasuk hak – hak Allaah, lupa ini dimaafkan dari hal yang dilupakan. Hak – hak Allaah berdasarkan hal yang dilupakan ada dua gambaran, yaitu :

a. Hak yang dituntut dengan mengerjakan kemudian lupa dan ditinggalkan.
b. Hak yang dituntut dengan meninggalkan kemudian lupa dan dikerjakan.

2. Lupa yang termasuk  hak – hak hamba, tergantung dari dua masalah :

a. Yang mengandung dosa, pada asalnya hak – hak hamba haram dilanggar atasnya dan berdosa jika dilanggar, akan tetapi dengan lupa akan hilang dosanya.
b. Jaminan/tanggungan  hak – hak hamba ini tidak hilang dengan lupa, maka menjamin apa yang telah hilang/rugi karena lupa, dan inilah makna perkataan : “Akan tetapi bersama kerugian – kerugian yang ditentukan gantinya.”

Sumber : Lembaran foto copian dari kitab qawaa'id fiqhiya yang diterjemahkan oleh saya (penulis blog), judul dan penulis kitabnya saya belum mengetahui karena saya hanya diberi beberapa lembar oleh ikhwan minta tolong kepada saya untuk saya terjemahkan.

Comments

Popular posts from this blog

Awas Akun Penipu

OkeShop Carrefour Permata Hijau Grand ITC Permata Hijau Jl Letjen Soepeno Grand ITC Permata Hijau Grogol Utara, Kebayoran Lama Jakarta Selatan DKI Jakarta 12210, No. Tlpn. 0852 1555 9129. Website : https://www.facebook.com/carrefourokeshopterpercaya   https://www.facebook.com/carrefour.okeshopseller … https://www.facebook.com/sonnie.marsabessy?ref=ts&fref=ts   https://www.facebook.com/CarrefourOkeshopseller9 … Akun tersebut adalah akun toko on line penipu. Modusnya adalah, dengan menawarkan barang semurah mungkin. Setelah konsumen tertarik dan membayar harga barang, maka penipu ini meminta transfer uang kembali dengan alasan untuk lisensi no. resi. Setelah konsumen mentransfer uang lisensi, penipu ini meminta transfer uang kembali dengan alasan salah sistem. Begitu seterusnya penipu ini memeras konsumen. Setelah konsumen tertipu, maka akunnya akan diblokir. Berikut nomor rekening penipu : 1. Bank BRI atas nama Ridwan Effendy nomor r...

Mengenal Universitas Qassim

A. Pendahuluan Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan sebelumnya tentang studi di Arab Saudi. Pada tulisan ini akan dibahas khusus tentang Univeristas Qassim tempat penulis menuntut ilmu sebagai rasa syukur kepada Allaah dalam rangka menceritakan nikmat Allaah (tahadats bi ni’matillaah), agar saudara – saudara muslim yang lain bisa mengetahui dan mengambil kesempatan kuliah bagi yang ingin kuliah di Univeristas Qassim insya Allaah.  B. Mengenal Wilayah Qassim Qassim merupakan salah satu propinsi dari tiga belas propinsi yang berada di Arab Saudi, dengan luas 65.000 km 2 . Ibu kota Qassim berada di Buraydah, yang memiliki iklim gurun yang khas , dengan musim panas , musim dingin dan kelembaban rendah .   Kota – kota besar yang berada di Qassim adalah Buraydah, Unaizah, dan Alraas. Qassim merupakan propinsi ketujuh penghasil budidaya pertanian terbesar di Arab Saudi, di antaranya adalah penghasil kurma ruthob terbesar. Suhu udara di Qassim mencapai 6 –...

Kaidah Fiqih - 5 : "Adat/Kebiasaan Bisa Menjadi Hukum"

  A. Makna Kaidah K aidah ini bermakna bahwa suatu adat/kebiasaan yang umum dan khusus bisa dijadikan sebagai dasar hukum ketika terjadi perselisihan dalam menetapkan hukum, jika (adat/kebiasaan tersebut) tidak ada dalil yang menyelisihi kekhususannya atau ada dalil tetapi dalil yang umum, karena sesungguhnya adat/kebiasaan bisa dijadikan dalil dalam membentuk hukum syar’i. Yang dimaksud adat/kebiasaan umum dan khusus adalah adat/kebiasaan yang dibangun di atas hukum syar’i yang umumnya berlaku pada seluruh atau sebagian negara. B. Dalil - Dalil Kaidah Di antara dalil-dalil dari kaidah ini adalah : 1. Q. S. An – Nisaa’ ayat 115 yang berbunyi:   "   Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. ." Pada ayat di atas yan...